Sriwijaya

  • Judul : Sriwijaya
  • Pengarang : Pro. Dr. Muljana
  • Penerbit : LKis
  • Bahasa : Indonesia

Review Buku

Buku Sriwijaya karya Prof. Dr. Slamet Muljana, yang diterbitkan oleh LKiS Pelangi Aksara pada tahun 2006, merupakan salah satu karya penting dalam historiografi Indonesia yang membahas salah satu kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara, yaitu Kerajaan Sriwijaya. Dengan tebal 322 halaman, buku ini menawarkan analisis mendalam tentang kejayaan, struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya kerajaan yang berpusat di Sumatra ini, yang berjaya antara abad ke-7 hingga ke-13. Slamet Muljana, seorang sejarawan terkemuka Indonesia, menggunakan pendekatan filologi dan sumber-sumber primer seperti prasasti serta catatan asing untuk merekonstruksi sejarah Sriwijaya. Review ini bertujuan untuk mengevaluasi isi buku, metode penulisan, kontribusi akademik, serta relevansinya dalam konteks sejarah Indonesia modern, sambil mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan karya ini.

Sebelum membahas isi buku, penting untuk memahami konteks historis dan latar belakang penulis. Kerajaan Sriwijaya, yang sering disebut sebagai "kerajaan maritim pertama di Nusantara," memainkan peran penting dalam perdagangan internasional di Asia Tenggara pada masanya. Berpusat di wilayah yang kini dikenal sebagai Palembang, Sumatra Selatan, Sriwijaya mengendalikan jalur perdagangan di Selat Malaka dan menjadi pusat penyebaran agama Buddha. Namun, sumber sejarah tentang Sriwijaya relatif terbatas, terutama karena minimnya peninggalan arkeologi dan dominasi sumber tertulis berupa prasasti serta catatan asing dari Tiongkok, India, dan Arab.

Slamet Muljana, sebagai penulis, adalah seorang akademisi dan sejarawan terkemuka yang dikenal karena pendekatan filologisnya dalam mempelajari teks-teks kuno. Ia memiliki pengalaman panjang dalam mengkaji naskah-naskah Nusantara, seperti Nagarakretagama dan Pararaton, yang menunjukkan keahliannya dalam analisis teks historis. Dalam Sriwijaya, Muljana memanfaatkan keahlian ini untuk merekonstruksi sejarah kerajaan yang penuh misteri ini, mengacu pada karya-karya orientalis terkenal seperti George Coedès, R.C. Majumdar, dan K.A. Nilakanta Sastri, serta sumber-sumber primer seperti prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuwo, dan catatan I-Tsing, seorang biksu Tiongkok yang mengunjungi Sriwijaya pada abad ke-7.

Buku Sriwijaya terdiri dari beberapa bab yang secara sistematis membahas berbagai aspek kerajaan ini. Muljana memulai dengan pengantar tentang sumber-sumber sejarah yang menjadi dasar penelitiannya. Ia menjelaskan bahwa informasi tentang Sriwijaya sebagian besar berasal dari prasasti dalam bahasa Melayu Kuno, catatan pelancong Tiongkok seperti I-Tsing dan Chau Ju-kua, serta referensi dari teks India dan Arab. Prasasti-prasasti seperti Kedukan Bukit (682 M), Talang Tuwo (684 M), dan Karang Brahi menjadi fondasi utama untuk merekonstruksi kronologi dan aktivitas kerajaan.

Buku ini dibagi menjadi beberapa bagian utama:
  1. Asal-Usul dan Kebangkitan Sriwijaya: Muljana membahas kemunculan Sriwijaya sebagai kekuatan maritim, menyoroti peran Palembang sebagai pusat perdagangan dan agama. Ia menganalisis prasasti Kedukan Bukit, yang menceritakan ekspedisi siddhayatra (perjalanan suci) yang dipimpin oleh Dapunta Hyang, tokoh yang dianggap sebagai pendiri kerajaan. Bagian ini juga membahas hubungan Sriwijaya dengan kerajaan-kerajaan tetangga seperti Melayu dan Tarumanagara.
  2. Ekonomi dan Perdagangan: Salah satu kekuatan utama Sriwijaya adalah posisinya sebagai pusat perdagangan internasional. Muljana menjelaskan bagaimana Sriwijaya mengendalikan Selat Malaka, jalur perdagangan utama antara Tiongkok dan India. Buku ini menguraikan komoditas yang diperdagangkan, seperti kapur barus, cendana, dan rempah-rempah, serta hubungan dagang dengan dinasti Tang di Tiongkok dan kerajaan-kerajaan di India Selatan.
  3. Struktur Sosial dan Politik: Muljana menggambarkan sistem pemerintahan Sriwijaya, yang tampaknya terpusat namun fleksibel, dengan raja sebagai pemimpin utama yang didukung oleh pejabat-pejabat lokal (datu). Ia juga membahas peran wanita dalam masyarakat Sriwijaya, merujuk pada prasasti yang menyebutkan ratu atau permaisuri.
  4. Agama dan Kebudayaan: Sriwijaya dikenal sebagai pusat pembelajaran Buddha Mahayana. Muljana mengutip catatan I-Tsing tentang ribuan biksu yang belajar di Sriwijaya, serta keberadaan vihara dan stupa. Ia juga membahas pengaruh Hindu dan animisme lokal dalam kehidupan keagamaan masyarakat.
  5. Kemunduran Sriwijaya: Bagian terakhir buku ini menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Sriwijaya, termasuk serangan dari kerajaan Cola (India Selatan) pada abad ke-11, persaingan dengan kerajaan-kerajaan Jawa seperti Mataram, dan pergeseran jalur perdagangan ke wilayah lain. Muljana juga membahas hilangnya jejak Sriwijaya dalam sumber sejarah setelah abad ke-13.

Muljana menggunakan pendekatan filologi yang ketat, menganalisis teks prasasti dengan cermat untuk memahami konteks linguistik dan historisnya. Ia juga membandingkan sumber-sumber lokal dengan catatan asing untuk memverifikasi informasi. Misalnya, catatan I-Tsing tentang kehidupan keagamaan di Sriwijaya dikombinasikan dengan prasasti Talang Tuwo untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang aktivitas keagamaan. Pendekatan ini menunjukkan komitmen Muljana terhadap akurasi historis, meskipun ia kadang-kadang mengandalkan spekulasi untuk mengisi celah dalam sumber sejarah.

Buku Sriwijaya memiliki beberapa kelebihan yang menjadikannya karya penting dalam studi sejarah Indonesia:

  1. Pendekatan Akademik yang Mendalam: Muljana menunjukkan keahlian filologisnya dengan menganalisis teks-teks kuno secara rinci. Ia tidak hanya menerjemahkan prasasti, tetapi juga menjelaskan konteks budaya dan linguistiknya, yang membantu pembaca memahami makna di balik teks tersebut.
  2. Penggunaan Sumber yang Beragam: Dengan merujuk pada karya orientalis seperti Coedès dan Nilakanta Sastri, serta sumber primer seperti prasasti dan catatan asing, Muljana memberikan gambaran yang komprehensif tentang Sriwijaya. Ini menunjukkan upayanya untuk menghindari bias tunggal dan memperkaya narasi sejarah.
  3. Mengisi Kekosongan Historiografi: Sebelum buku ini, literatur tentang Sriwijaya dalam bahasa Indonesia relatif terbatas. Karya Muljana menjadi salah satu referensi utama yang mengisi kekosongan ini, terutama bagi pembaca Indonesia yang ingin memahami sejarah kerajaan maritim ini.
  4. Bahasa yang Jelas dan Sistematis: Meskipun ditulis dengan gaya akademik, buku ini cukup mudah dipahami oleh pembaca awam yang memiliki minat pada sejarah. Struktur bab yang logis membantu pembaca mengikuti alur narasi dari kebangkitan hingga kemunduran Sriwijaya.
  5. Relevansi Budaya: Buku ini menegaskan pentingnya Sriwijaya sebagai bagian dari identitas maritim Indonesia, yang relevan dalam konteks modern di mana Indonesia sering disebut sebagai poros maritim dunia.

Meskipun memiliki banyak kelebihan, buku ini juga memiliki beberapa kekurangan:

  1. Keterbatasan Sumber Arkeologi: Karena minimnya temuan arkeologi tentang Sriwijaya, Muljana terpaksa mengandalkan spekulasi untuk beberapa aspek, seperti struktur kota Palembang pada masa itu. Hal ini kadang-kadang membuat narasi terasa kurang meyakinkan.
  2. Fokus Berlebihan pada Filologi: Pendekatan filologi Muljana, meskipun kuat, kadang-kadang mengesampingkan aspek lain seperti arkeologi atau antropologi. Pembaca yang mengharapkan analisis lintas disiplin mungkin merasa kurang puas.
  3. Kurangnya Visualisasi: Buku ini tidak dilengkapi dengan peta, ilustrasi, atau gambar yang memadai untuk membantu pembaca memvisualisasikan wilayah kekuasaan Sriwijaya atau peninggalan arkeologinya. Ini bisa menjadi kendala bagi pembaca yang kurang familiar dengan geografi Asia Tenggara.
  4. Bahasa yang Kaku di Beberapa Bagian: Meskipun secara umum jelas, beberapa bagian buku terasa kaku karena penggunaan istilah teknis filologi yang mungkin sulit dipahami oleh pembaca non-akademik.
  5. Minimnya Pembahasan tentang Konteks Modern: Buku ini kurang menghubungkan sejarah Sriwijaya dengan isu-isu kontemporer, seperti relevansi maritim Indonesia saat ini atau pelestarian situs-situs bersejarah di Palembang.

Buku Sriwijaya tetap relevan dalam konteks modern, terutama karena meningkatnya minat terhadap sejarah maritim Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah mempromosikan visi "poros maritim dunia," yang menekankan pentingnya warisan maritim seperti Sriwijaya dalam membentuk identitas nasional. Buku ini memberikan wawasan tentang bagaimana sebuah kerajaan kuno mampu mengelola perdagangan internasional dan diplomasi, yang bisa menjadi inspirasi bagi kebijakan maritim modern.

Selain itu, buku ini penting bagi studi sejarah Asia Tenggara, karena Sriwijaya bukan hanya fenomena lokal, tetapi juga bagian dari jaringan perdagangan global pada masanya. Analisis Muljana tentang hubungan Sriwijaya dengan Tiongkok, India, dan kerajaan-kerajaan tetangga menunjukkan bahwa Indonesia telah lama menjadi bagian dari globalisasi awal.

Namun, buku ini juga menyoroti tantangan dalam pelestarian warisan sejarah Sriwijaya. Hingga kini, situs-situs seperti Bukit Seguntang di Palembang belum sepenuhnya dieksplorasi secara arkeologi. Buku Muljana dapat menjadi titik awal untuk mendorong penelitian lebih lanjut, baik oleh akademisi maupun pemerintah.

Sriwijaya karya Prof. Dr. Slamet Muljana adalah karya monumental yang memberikan kontribusi besar bagi pemahaman kita tentang salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Dengan pendekatan filologi yang ketat dan penggunaan sumber-sumber primer yang beragam, Muljana berhasil merekonstruksi sejarah Sriwijaya dengan cara yang informatif dan sistematis. Meskipun memiliki beberapa kekurangan, seperti keterbatasan sumber arkeologi dan kurangnya visualisasi, buku ini tetap menjadi referensi penting bagi siapa saja yang ingin mempelajari sejarah maritim Indonesia.

Bagi pembaca awam, buku ini menawarkan wawasan yang menarik tentang kejayaan masa lalu, sementara bagi akademisi, karya ini menjadi fondasi untuk penelitian lebih lanjut. Dalam konteks modern, buku ini mengingatkan kita akan pentingnya memahami dan melestarikan warisan sejarah untuk memperkuat identitas nasional. Oleh karena itu, Sriwijaya tidak hanya relevan sebagai karya sejarah, tetapi juga sebagai pengingat akan potensi Indonesia sebagai kekuatan maritim yang telah terbukti sejak berabad-abad lalu.

Buku ini sangat direkomendasikan bagi:
  • Pelajar dan akademisi yang tertarik pada sejarah Indonesia dan Asia Tenggara.
  • Peneliti yang ingin mempelajari metode filologi dalam studi sejarah.
  • Pembaca umum yang ingin memahami warisan maritim Indonesia. Untuk pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut, disarankan untuk melengkapi bacaan ini dengan studi arkeologi terbaru tentang Sriwijaya atau karya-karya lain seperti The Golden Khersonese karya Paul Wheatley atau Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula karya Paul Michel Munoz.

Posting Komentar

0 Komentar